Jumat, 06 Desember 2019

Membangun Kapasitas Kepemimpinan Dan Anti Korupsi (Materi Modul Pelatihan Manajemen Puskesmas)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Seiring dengan tuntutan masyarakat yang semakin meningkat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, seorang pimpinan puskesmas dituntut harus mampu menjadi seorang pemimpin yang dapat menggerakan kekuatan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang ada di Puskesmas dan wilayahnya. Sehingga Puskesmas sebagai institusi pelayanan dasar yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dapat memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat di wilayahnya.
Kepemimpinan tidak dilahirkan, melainkan pilihan yang dipercaya dan diyakini bagi setiap individu yang berkomitmen akan kebaikan dan kemudian dalam dirinya. Kepemimpinan kepala Puskesmas dalam proses pengelolaan suatu organisasi adalah mengntegrasikan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh berbagai satuan kerja dalam organisasi demi tercapainya satuan gerak termasuk keluarga sehat. Kepemimpinan holistik adalah membawa masa depan organisasi lebih cerah. Hal ini menawarkan solusi yang dapat mengakibatkan peningkatan peluang yang baik bagi organisasi, kepuasan pribadi dan professional bagi karyawan dan inovasi yang mengarah ke pertumbuhan secara  bottom-line di organisasi.
Tim kerja Puskesmas tidak hanya melibatkan tenaga/ staf internal Puskesmas tetapi juga dapat melibatkan tenaga lain dan dari luar Puskesmas (lintas sektor, pemuka masyarakat, kader, dan anggota masyarakat lainnya)
Modul ini menguraikan tentang: implikasi kepemimpinan, model-model/ konsep kepemimpinan, peranan pemimpin dalam membuat keputusan, dan peran pemimpin dalam pembuatan keputusan dan langkah-langkah peningkatan kapasitas kepemimpinan. Metode pembahasan menggunakan metode yang melibatkan peran aktif peserta seperti tanya jawab,  curah pendapat, diskusi kelompok, simulasi dan analisa kasus.

1.2              Tujuan Pembelajaran
1.2.1        Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan pembelajaran umum materi ini adalah setelah mempelajari materi ini peserta mampu melakukan kepemimpinan di Puskesmas.
1.2.2        Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari materi ini peserta mampu:
1.      Menjelaskan Konsep kepemimpinan
2.      Melakukan peran pemimpin dalam pembuatan keputusan
3.      Menjelaskan kapasitas Kepemimpinan dan Anti Korupsi
4.      Menyusun langkah-langkah membangun kapasitas Kepemimpinan Holistik

1.3              Pokok Bahasan & Sub Pokok Bahasan
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan materi ini terdiri atas:
1.      Kepemimpinan
a.       Pengertian kepemimpinan
b.      Implikasi Kepemimpinan
c.       Kepemimpinan Perubahan
d.      Model-Model Kepemimpinan
e.       Kepemimpinan Tim

2.      Kepemimpinan dalam pembuatan keputusan
a.       Kepemimpinan dalam Pembuatan Keputusan
b.      Kepemimpinan dalam Pengelolaan Konflik
c.       Kepemimpinan dalam Koordinasi
d.      Kepemimpinan dalam Kolaborasi
3.      Membangun Kapasitas Kepemimpinan Holistik
a.       Kapasitas Kepemimpinan Holistik
b.      Implementasi Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan
4.      Membangun Kapasitas Kepemimpinan & Anti Korupsi
a.       Kepemimpinan Anti Korupsi
1)      Latar Belakang
a)      Pendahuluan
b)      Pengertian Korupsi
c)      Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
d)     Faktor Penyebab & Korupsi
2)      Prinsip Anti Korupsi & Upaya Pencegahan
a)      Prinsip Anti Korupsi
b)      Upaya Pencegahan
c)      Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi

1.4              Pokok Bahasan & Sub Pokok Bahasan
Modul Kepemimpinan & Anti Korupsi

1.5              Langkah Pembelajaran Kegiatan
Langkah 1: Pengkondisian (5menit)
·         Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran, metode yang digunakan, waku yang tersedia serta alasan pentingnya materi “Kepemimpinan dan Anti Korupsi” diperlukan dalam pelatihan Manajemen Puskesmas, serta keterkaitan dengan materi sebelumnya.
·         Menjelaskan kapasitas Kepemimpinan dan Anti Korupsi
·         Fasilitator menggali pendapat peserta tentang pengertian kepemimpinan, berdasarkan pengalaman di Puskesmas.
·         Fasilitator memandu peserta untuk menyimpulkan hasilnya
Langkah 2: Membahas Pokok Bahasan 1 (30 menit)
·         Fasilitator melanjutkan menyampaikan uraian materi pokok bahasan 1 (Pengertian Kepemimpinan), secara singkat. Selanjutnya memberi kesempatan pada peserta untuk bertanya tentang pengertian kepemimpinan, dan implikasi kepemimpinan serta model-model Kepemimpinan.
·         Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, untuk mendiskusikan kelemahan dan kekuatan Pemimpin.
·         Fasilitator menjelaskan tentang Kepemimpinan perubahan.
·         Selanjutnya fasilitator bersama peserta menyimpulkan hasil diskusi tentang kelemahan dan kekuatan kepemimpinan yang efektif di era perubahan.
Langkah 3: Membahas Pokok Bahasan 2 (80 menit)
·         Fasilitator menggali pendapat tentang peran pemimpin dalam membuat keputusan
·         Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 2 dengan metode ceramah tanya jawab
·         Selanjutnya peserta di bagi dalam 5 kelompok  dan setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, kelompok lain berpartisipasi aktif dalam mengamati peran pemimpin dalam penanganan konflik dan pembuatan keputusan.
·         Fasilitator menyimpulkan materi dengan merangkum pendapat peserta dikaitkan dengan materi dalam modul.
Langkah 4: Membahas Pokok Bahasan 3 (45 menit)
·         Fasilitator menggali pendapat peserta tentang langkah peningkatan kapasitas kepemimpinan di puskesmas
·         Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 3 dengan metode ceramah tanya jawab
·         Selanjutnya peserta di bagi menjadi 5 kelompok, dan melakukan pendalaman persepsi tentang instrument, dianjurkan latihan penggunaan instrument peningkatan kapasitas kepemimpinan Holistik dengan mengambil kasus di instansi masing-masing
·         Setiap kelompok mempresentasi hasil diskusi, kelompok lain berpartisipasi aktif
·         Fasilitator meyimpulkan materi dengan merangkum pendapat peserta dikaitkan dengan meteri dalam modul.
Langkah 5: Membahas Pokok Bahasan 4 (90 menit)
·         Fasilitator menggali pendapat peserta tentang langkah-langkah peningkatan kapasitas kepemimpinan dan Anti Korupsi di Puskesmas
·         Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 4 dengan metode ceramah tanya jawab
·         Selanjutnya peserta di bagi dalam 5 kelompok, dan melakukan pendalaman persepsi tentang Anti Korupsi dengan mengambil kasus di instansi masing-masing
·         Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi, kelompok lain berpartisipasi aktif
·         Fasilitator menyimpulkan materi dengan merangkum pendapat peserta dikaitkan dengan materi dalam modul.
Langkah 6: Rangkuman (10 menit)
Fasilitator mengajak peserta untuk lebih memahami peran kepemimpinan puskesmas. Kemudian fasilitator menyampaikan beberapa pertanyaan evaluasi untuk mengetahui daya serap peserta latih terhadap materi Kepemimpinan. Fasilitator memberikan umpan balik pada peserta latih atas respon peserta terhadap pertanyaan evaluasi. Sebelum menutup pembelajaran, fasilitator merangkum pembelajaran.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Membangun Kapasitas Kepemimpinan dan Anti Korupsi
2.1.1        Kepemimpinan dalam Anti Korupsi
1)      Latar Belakang
a)      Pendahuluan
Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) dari Transparency International, sekitar 70% negara didunia berada pada posisi masih koruptif, termasuk salah satunya indonesia. Tindakan koruptif dikalangan penduduk Indonesia menduduki peringkat tinggi dibandingkan negara lain misalnya negara Denmark dan Selandia Baru. Kedua negara tersebut adalah negara yang paling transparan karena rakyatnya bisa ikut mengawasi pemerintah (Sunita, 2015).
b)      Pengertian Korupsi
Berdasarkan definisi korupsi yang menggambarkan pengertian keropsi di dunia baik diluar maupun dari dalam negeri yang dihimpun oleh Sunita (2015) yaitu menurut Transparency International,Bank Dunia, Black’s Law Disctionary oleh Hwnry Campbell Black, Kamus Besar Bahasa Indonesia serta KPK RI yaitu bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan kepentingan umum.
2.1.2        Anti korupsi
Kebijakan desentralisasi anggaran hingga kepedesaan merupakan upaya pemerataan pembangunan. Selama 2016, Indonesia Coruption Watch (ICW) mencatat ada 292 kasus korupsi di pemerintah kebupaten/ kota dengan nilai korupsi Rp 478 miliar dan 62 kasus korupsi di pemerintah desa dengan nilai korupsi Rp 18 miliar. Puskesmas mengelola anggaran yang berasal dari berbagai sumber baik pusat maupun daerah. Namun pengawasan internal di puskesmas masih lemah, sehingga rawan terjadinya korupsi. Oleh karena itu, Pimpinan Puskesmas perlu dibekali dengan pemahaman tentang “Anti Korupsi” agar dapat membangun sikap mental aparat yang berintegritas secara konsisten dan terus menerus.
Apa yang dimaksud “anti korupsi” ?
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi perkembangannya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).
c)      Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 & perubahan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001, menyebutkan pengertian korupsi mencakup perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/ badan lain yang merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal 2), menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kendudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal 3), kelompok delik penyuapan (pasal 5,6 dan 11), kelompok delik pengelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10), delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12), delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7) dan delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C).
d)     Faktor Penyebab Korupsi
Sunita (2015), menjelaskan awal mula timbulnya kejadian korupsi atau faktor penyebab korupsi, dimana pola penyebaran korupsi perlu kita pahami, yang bertujuan untuk melakukan identifikasi permasalahan dan penanggulanginya.
Mengapa endemisitas korupsi menjadi tinggi di Indonesia ?
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan menyingkirkan anggapan bahwa korupsi adalah budaya, karena budaya sendiri adalah nilai yang baim dari pendahuluan kita. Endemisitas tinggi disebabkan menurut Pope (2003), telah terjadi proses pembiaran dan perluasan penularan penyakit korupsi selama hampir setengah abad di Indonesia. Akibatnya korupsi di Indonesia nyaris terjadi di semua sektor dan lapisan masyarakat. Akibat pembiaran yang sedekian lama, maka terjadi penularan yang cepat dan menyebab secara sporadik dari orang ke orang yang akibatnya menibulkan situasi yang endemis korupsi, ditandai dengan tidak ada perbedaan karakteristik individu, intregritas dan kepribadian karena sudah menyerang populasi yang sehat. Beberapa fenomena mendapatkan bahwa orang yang jujur, lama kelamaan pada akhirnya akan melakuka korupsi karena pengaruh lingkungan akibat tekanan kerja (Sunita, 2015).
2.1.3        Upaya Pencegahan
Organisasi dengan sistem yang kurop, mengutamakan kelancara dengan proses melalui suap dan gratifikasi. Pada saat GT, kasus pengawai pajak yang sudah ditangkap dan dipenjara, namun tetap berusaha melakukan suap petugas di penjara. Selain itu saat GT masih dalam proses pengadilan, menyusun GT GT lainnya yang juga akhirnya masuk bui. Hal ini sebagai fenomena yang menunjukkan bahwa korupsi sudah terlembaga disuatu organisasi  karena ada norma nilai yang diyakini secara berbeda oleh kelompok tersebut (Sunita, 2015)
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh seorang pimpinan adalah menggeser pola reaktif ke pola preventif dengan paradigma 4 P (prediktif, preventif, personalisasi dan partisipatori), seperti meningkatkan nilai integritas pemimpin di puskesmas (kepala puskesmas, tata usaha dan pengelola program). Sehingga dapat melakukan upaya pencegahan korupsi secara berjenjang dengan 3 tingkatan yaitu para pengawai, instansi yaitu puskesmas tersebut serta pemimpin puskesmas tersebut. Megurangi permasalahan korupsi dengan prioritas utama adalah pemimpin dengan cara meningkatkan nilai nilai integritas kalangan pemimpin.
a)         Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi
Nilai- nilai Anti Korupsi
Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.
Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan jembatan keledai ―Jupe mandi tangker sebedil‖ sebagaimana digambarkan pada bagan di bawah ini  :
Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
1.   Kejujuran
Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. 
Sikap pemimpin seharusnya memberikan contoh teladan pada bawahannya. Sikap pemimpin yang menerapkan nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-lah diperlukan..  jika seorang pemimpin pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya.  Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh setiap pemimpin sejak masa awal memegang jabatan ini untuk memupuk dan membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi bawahannya.

2.   Kepedulian
Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat.   Seorang pemimpin dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja. Pemimpin juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja.   Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan Sikap tidak berbuat curang atau tidak jujur.
3.   Kemandirian 
Kondisi mandiri bagi pemimpin dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana pemimpin i tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut pemimpin dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).
4.   Kedisiplinan
Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial pemimpin perlu hidup disiplin. Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pemimpini dapat mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.
5.   Tanggung Jawab 
Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008).
Pemimpin yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang lain. Pemimpin yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin puskesmas yang berhubungan dengan berbagai elemen yaitu tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader kesehatan dan masyarakat yang mendapat pelayanan puskesmas  Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerima dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
6.   Kerja keras
Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata “kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan pemimpin berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara pimpinan dan individu pegawai dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan semakin optimum.
7.   Sederhana
Gaya hidup pemimpin merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa pekerjaannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya.   Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pemimpin dibina untuk memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara pimpinan dan sesama pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan.
8.   Keberanian
Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pemimpin yang sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan pemimpin, harus mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaik-baiknya. 
Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pemimpini dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya

9.   Keadilan
Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pemimpin dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar. 
2.1.4        Prinsip-prinsip Anti Koruosi 
Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.
Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini :
1.      Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Lembagalembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005).
Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.
2.      Transparansi
Salah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).  Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu : 1) proses penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. 
Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses
pembahasan tentang sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. 
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek- proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi.  
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan.
Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan kegiatannya agar lebih baik. 
Setelah pembahasan prinsip ini, pimpinan puskesmas maupun anggota puskesmas lainnya baik sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai.
3.      Kewajaran 
Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif.
      Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness. 
Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggungjawaban, harus disusun dengan penuh tanggung-jawab.
4.      Kebijakan
Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek kebijkan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila didalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu kekemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga permasyarakatan.
Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kuliur kebijakan ini akan menentukan tingkap pertisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi.
5.      Kontrol kebijakan  
Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, self-evaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisifasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan konrol kebijakan berupa oposisi.
































BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Kasus korupsi di sektor kesehatan berlangsung sama memprihatinkannya dengan kondisi di sektor lain. namun dengan dampak dan bahaya yang ditimbulkan yang jauh lebih besar karena kekhususan karakteristik sektor kesehatan. Sistem yang ada di sektor kesehatan dinilai masih menginduksi tindakan korupsi. Karena itu keberadaan para pemimpin dengan nilai integritas dan kompetensi kepemimpinan antikorupsi di sektor kesehatan, menjadi amat penting dan mendesak. Upaya pencegahan korupsi di institusi pemerintah belum optimal diberlakukan sejak awal penerimaan SDM sebagai pegawai hingga penempatan pada posisi dan jabatan berikutnya. Peraturan acuan untuk penerimaan pegawai, penilaian-penempatan pejabat struktural belum secara eksplisit mencantumkan kompetensi antikorupsi sebagai bagian dari persyaratan. Konsep kepemimpinan antikorupsi berangkat dari nilai kebermanfaatan, keinginan menolong, dan karakter “amat tangguh”/very strong (keberanian untuk bertindak, mengubah dan menerima risiko sehingga memiliki daya tahan terhadap bujukan maupun dorongan untuk melakukan korupsi). Proses penanaman nilai integritas dan kepemimpinan antikorupsi harus berlangsung sejak dini dan dibangun dari nilai-nilai keluarga, pendidikan agama, sekolah dan lingkungan pertemanan (peer group).

3.2              Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan ini belum mencapai titik kesempunaan, jadi kritikan yang membangun sangat diharapkan.















DAFTAR PUSTAKA

·               Ayuningtyas, Dumilah; Kebijakan Kesehatan: Prinisp dan Praktik, 2014, Raja Grasindo Pers
·               Beritasatu, 2014. Korupsi di Sektor Kesehatan Mencapai Rp. 594 Miliar. http://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/ berita/170-korupsi-di-sektor-kesehatan-mencapai-rp-594-miliar diakses Kamis 5 Desember 2019 pukul 06.56 WIB
·               Brata, Roby A. 2010. Penyebab Kegagalan Kebijakan Antikorupsi. Dipublikasikan pada tanggal 7 April 2010. Diakses melalui: https://antikorupsi.org/id/news/penyebab-kegagalan-kebijakan-antikorupsi pada tanggal 5 Desember 2019.
·               Djasri, Hanevi, dkk.2016. Korupsi dalam Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem Pengendalian Fraud.Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. Jurnal Integritas Antikorupsi Volume 2, Nomor 1, Agustus 2016.
·               Haikal, Husain. 2014. Kepemimpinan Lokal Sebagai Pilar Kepemimpinan Nasional. http://e- journal.metrouniv.ac.id/index. php/akademika/article/view/410 diakses 5 Desember 2019
·               Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 971/ MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelayanan Penyakit Menular TB di Keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman...