BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Seiring dengan tuntutan masyarakat yang semakin
meningkat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, seorang
pimpinan puskesmas dituntut harus mampu menjadi seorang pemimpin yang dapat
menggerakan kekuatan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain yang ada di
Puskesmas dan wilayahnya. Sehingga Puskesmas sebagai institusi pelayanan dasar
yang memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat di wilayahnya.
Kepemimpinan tidak dilahirkan, melainkan pilihan
yang dipercaya dan diyakini bagi setiap individu yang berkomitmen akan kebaikan
dan kemudian dalam dirinya. Kepemimpinan kepala Puskesmas dalam proses
pengelolaan suatu organisasi adalah mengntegrasikan berbagai kegiatan yang
diselenggarakan oleh berbagai satuan kerja dalam organisasi demi tercapainya
satuan gerak termasuk keluarga sehat. Kepemimpinan holistik adalah membawa masa
depan organisasi lebih cerah. Hal ini menawarkan solusi yang dapat mengakibatkan
peningkatan peluang yang baik bagi organisasi, kepuasan pribadi dan
professional bagi karyawan dan inovasi yang mengarah ke pertumbuhan secara bottom-line
di organisasi.
Tim kerja Puskesmas tidak hanya melibatkan
tenaga/ staf internal Puskesmas tetapi juga dapat melibatkan tenaga lain dan
dari luar Puskesmas (lintas sektor, pemuka masyarakat, kader, dan anggota
masyarakat lainnya)
Modul ini menguraikan tentang: implikasi
kepemimpinan, model-model/ konsep kepemimpinan, peranan pemimpin dalam membuat
keputusan, dan peran pemimpin dalam pembuatan keputusan dan langkah-langkah
peningkatan kapasitas kepemimpinan. Metode pembahasan menggunakan metode yang
melibatkan peran aktif peserta seperti tanya jawab, curah pendapat, diskusi kelompok, simulasi dan
analisa kasus.
1.2
Tujuan Pembelajaran
1.2.1
Tujuan Pembelajaran
Umum
Tujuan pembelajaran umum materi ini adalah
setelah mempelajari materi ini peserta mampu melakukan kepemimpinan di
Puskesmas.
1.2.2
Tujuan Pembelajaran
Khusus
Setelah mempelajari
materi ini peserta mampu:
1. Menjelaskan Konsep
kepemimpinan
2. Melakukan peran
pemimpin dalam pembuatan keputusan
3. Menjelaskan kapasitas
Kepemimpinan dan Anti Korupsi
4. Menyusun
langkah-langkah membangun kapasitas Kepemimpinan Holistik
1.3
Pokok Bahasan &
Sub Pokok Bahasan
Pokok Bahasan dan Sub
Pokok Bahasan materi ini terdiri atas:
1. Kepemimpinan
a. Pengertian
kepemimpinan
b. Implikasi
Kepemimpinan
c. Kepemimpinan
Perubahan
d. Model-Model
Kepemimpinan
e. Kepemimpinan Tim
2. Kepemimpinan dalam
pembuatan keputusan
a. Kepemimpinan dalam
Pembuatan Keputusan
b. Kepemimpinan dalam
Pengelolaan Konflik
c. Kepemimpinan dalam
Koordinasi
d. Kepemimpinan dalam
Kolaborasi
3. Membangun Kapasitas
Kepemimpinan Holistik
a. Kapasitas
Kepemimpinan Holistik
b. Implementasi
Peningkatan Kapasitas Kepemimpinan
4. Membangun Kapasitas
Kepemimpinan & Anti Korupsi
a. Kepemimpinan Anti
Korupsi
1) Latar Belakang
a) Pendahuluan
b) Pengertian Korupsi
c) Dasar Hukum
Pemberantasan Korupsi di Indonesia
d) Faktor Penyebab &
Korupsi
2) Prinsip Anti Korupsi
& Upaya Pencegahan
a) Prinsip Anti Korupsi
b) Upaya Pencegahan
c) Penanaman Nilai-Nilai
Anti Korupsi
1.4
Pokok Bahasan &
Sub Pokok Bahasan
Modul Kepemimpinan
& Anti Korupsi
1.5
Langkah Pembelajaran
Kegiatan
Langkah 1: Pengkondisian (5menit)
·
Fasilitator memperkenalkan diri, kemudian menyampaikan
tujuan pembelajaran, metode yang digunakan, waku yang tersedia serta alasan
pentingnya materi “Kepemimpinan dan Anti Korupsi” diperlukan dalam pelatihan
Manajemen Puskesmas, serta keterkaitan dengan materi sebelumnya.
·
Menjelaskan kapasitas Kepemimpinan dan Anti Korupsi
·
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang
pengertian kepemimpinan, berdasarkan pengalaman di Puskesmas.
·
Fasilitator memandu peserta untuk menyimpulkan
hasilnya
Langkah 2: Membahas
Pokok Bahasan 1 (30 menit)
·
Fasilitator melanjutkan menyampaikan uraian materi
pokok bahasan 1 (Pengertian Kepemimpinan), secara singkat. Selanjutnya memberi
kesempatan pada peserta untuk bertanya tentang pengertian kepemimpinan, dan
implikasi kepemimpinan serta model-model Kepemimpinan.
·
Fasilitator membagi peserta dalam 5 kelompok, untuk mendiskusikan
kelemahan dan kekuatan Pemimpin.
·
Fasilitator menjelaskan tentang Kepemimpinan
perubahan.
·
Selanjutnya fasilitator bersama peserta menyimpulkan
hasil diskusi tentang kelemahan dan kekuatan kepemimpinan yang efektif di era
perubahan.
Langkah 3: Membahas
Pokok Bahasan 2 (80 menit)
·
Fasilitator menggali pendapat tentang peran pemimpin
dalam membuat keputusan
·
Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 2 dengan metode
ceramah tanya jawab
·
Selanjutnya peserta di bagi dalam 5 kelompok dan setiap kelompok mempresentasikan hasil
diskusinya, kelompok lain berpartisipasi aktif dalam mengamati peran pemimpin
dalam penanganan konflik dan pembuatan keputusan.
·
Fasilitator menyimpulkan materi dengan merangkum
pendapat peserta dikaitkan dengan materi dalam modul.
Langkah 4: Membahas
Pokok Bahasan 3 (45 menit)
·
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang langkah
peningkatan kapasitas kepemimpinan di puskesmas
·
Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 3 dengan metode
ceramah tanya jawab
·
Selanjutnya peserta di bagi menjadi 5 kelompok, dan
melakukan pendalaman persepsi tentang instrument, dianjurkan latihan penggunaan
instrument peningkatan kapasitas kepemimpinan Holistik dengan mengambil kasus
di instansi masing-masing
·
Setiap kelompok mempresentasi hasil diskusi, kelompok
lain berpartisipasi aktif
·
Fasilitator meyimpulkan materi dengan merangkum
pendapat peserta dikaitkan dengan meteri dalam modul.
Langkah 5: Membahas
Pokok Bahasan 4 (90 menit)
·
Fasilitator menggali pendapat peserta tentang langkah-langkah
peningkatan kapasitas kepemimpinan dan Anti Korupsi di Puskesmas
·
Fasilitator menyampaikan Pokok Bahasan 4 dengan metode
ceramah tanya jawab
·
Selanjutnya peserta di bagi dalam 5 kelompok, dan
melakukan pendalaman persepsi tentang Anti Korupsi dengan mengambil kasus di
instansi masing-masing
·
Setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi,
kelompok lain berpartisipasi aktif
·
Fasilitator menyimpulkan materi dengan merangkum
pendapat peserta dikaitkan dengan materi dalam modul.
Langkah 6: Rangkuman
(10 menit)
Fasilitator mengajak peserta untuk lebih
memahami peran kepemimpinan puskesmas. Kemudian fasilitator menyampaikan
beberapa pertanyaan evaluasi untuk mengetahui daya serap peserta latih terhadap
materi Kepemimpinan. Fasilitator memberikan umpan balik pada peserta latih atas
respon peserta terhadap pertanyaan evaluasi. Sebelum menutup pembelajaran,
fasilitator merangkum pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Membangun Kapasitas Kepemimpinan dan Anti
Korupsi
2.1.1
Kepemimpinan dalam Anti Korupsi
1)
Latar Belakang
a)
Pendahuluan
Berdasarkan Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) dari Transparency
International, sekitar 70% negara didunia berada pada posisi masih
koruptif, termasuk salah satunya indonesia. Tindakan koruptif dikalangan
penduduk Indonesia menduduki peringkat tinggi dibandingkan negara lain misalnya
negara Denmark dan Selandia Baru. Kedua negara tersebut adalah negara yang
paling transparan karena rakyatnya bisa ikut mengawasi pemerintah (Sunita,
2015).
b)
Pengertian Korupsi
Berdasarkan
definisi korupsi yang menggambarkan pengertian keropsi di dunia baik diluar
maupun dari dalam negeri yang dihimpun oleh Sunita (2015) yaitu menurut Transparency International,Bank Dunia, Black’s Law Disctionary oleh Hwnry Campbell Black, Kamus Besar
Bahasa Indonesia serta KPK RI yaitu bahwa korupsi adalah penyalahgunaan
kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh
keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.
2.1.2
Anti korupsi
Kebijakan desentralisasi anggaran hingga
kepedesaan merupakan upaya pemerataan pembangunan. Selama 2016, Indonesia Coruption Watch (ICW) mencatat ada 292
kasus korupsi di pemerintah kebupaten/ kota dengan nilai korupsi Rp 478 miliar
dan 62 kasus korupsi di pemerintah desa dengan nilai korupsi Rp 18 miliar.
Puskesmas mengelola anggaran yang berasal dari berbagai sumber baik pusat
maupun daerah. Namun pengawasan internal di puskesmas masih lemah, sehingga
rawan terjadinya korupsi. Oleh karena itu, Pimpinan Puskesmas perlu dibekali
dengan pemahaman tentang “Anti Korupsi” agar dapat membangun sikap mental
aparat yang berintegritas secara konsisten dan terus menerus.
Apa yang dimaksud “anti korupsi” ?
Anti korupsi merupakan kebijakan untuk
mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi.
Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah
bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan
bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara.
Peluang bagi perkembangannya korupsi dapat
dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem
kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).
c)
Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Undang Undang Nomor
31 tahun 1999 & perubahan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001, menyebutkan
pengertian korupsi mencakup perbuatan melawan hukum, memperkaya diri orang/
badan lain yang merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal 2),
menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan
keuangan/kendudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal
3), kelompok delik penyuapan (pasal 5,6 dan 11), kelompok delik pengelapan
dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10), delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12),
delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7) dan delik gratifikasi (pasal
12B dan 12C).
d)
Faktor Penyebab Korupsi
Sunita (2015),
menjelaskan awal mula timbulnya kejadian korupsi atau faktor penyebab korupsi,
dimana pola penyebaran korupsi perlu kita pahami, yang bertujuan untuk
melakukan identifikasi permasalahan dan penanggulanginya.
Mengapa endemisitas korupsi menjadi tinggi di
Indonesia ?
Pertanyaan ini
dapat dijawab dengan menyingkirkan anggapan bahwa korupsi adalah budaya, karena
budaya sendiri adalah nilai yang baim dari pendahuluan kita. Endemisitas tinggi
disebabkan menurut Pope (2003), telah terjadi proses pembiaran dan
perluasan penularan penyakit korupsi selama hampir setengah abad di Indonesia.
Akibatnya korupsi di Indonesia nyaris terjadi di semua sektor dan lapisan
masyarakat. Akibat pembiaran yang sedekian lama, maka terjadi penularan yang
cepat dan menyebab secara sporadik dari orang ke orang yang akibatnya
menibulkan situasi yang endemis korupsi, ditandai dengan tidak ada perbedaan
karakteristik individu, intregritas dan kepribadian karena sudah menyerang
populasi yang sehat. Beberapa fenomena mendapatkan bahwa orang yang jujur, lama
kelamaan pada akhirnya akan melakuka korupsi karena pengaruh lingkungan akibat
tekanan kerja (Sunita, 2015).
2.1.3
Upaya Pencegahan
Organisasi dengan sistem yang kurop,
mengutamakan kelancara dengan proses melalui suap dan gratifikasi. Pada saat
GT, kasus pengawai pajak yang sudah ditangkap dan dipenjara, namun tetap
berusaha melakukan suap petugas di penjara. Selain itu saat GT masih dalam
proses pengadilan, menyusun GT GT lainnya yang juga akhirnya masuk bui. Hal ini
sebagai fenomena yang menunjukkan bahwa korupsi sudah terlembaga disuatu
organisasi karena ada norma nilai yang
diyakini secara berbeda oleh kelompok tersebut (Sunita, 2015)
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh
seorang pimpinan adalah menggeser pola reaktif ke pola preventif dengan
paradigma 4 P (prediktif, preventif, personalisasi dan partisipatori), seperti
meningkatkan nilai integritas pemimpin di puskesmas (kepala puskesmas, tata
usaha dan pengelola program). Sehingga dapat melakukan upaya pencegahan korupsi
secara berjenjang dengan 3 tingkatan yaitu para pengawai, instansi yaitu
puskesmas tersebut serta pemimpin puskesmas tersebut. Megurangi permasalahan
korupsi dengan prioritas utama adalah pemimpin dengan cara meningkatkan nilai nilai
integritas kalangan pemimpin.
a)
Penanaman Nilai-Nilai Anti Korupsi
Nilai- nilai Anti Korupsi
Nilai-nilai anti
korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan
keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi
untuk dapat dijalankan dengan baik.
Ada sembilan nilai
anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan jembatan keledai
―Jupe mandi tangker sebedil‖ sebagaimana digambarkan pada bagan di bawah ini :
Berikut ini adalah
uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi
1. Kejujuran
Menurut Sugono kata
jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak
curang.
Sikap pemimpin seharusnya
memberikan contoh teladan pada bawahannya. Sikap pemimpin yang menerapkan nilai
kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja
sangat-lah diperlukan.. jika seorang
pemimpin pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat
memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh
oleh setiap pemimpin sejak masa awal memegang jabatan ini untuk memupuk dan
membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi bawahannya.
2. Kepedulian
Menurut Sugono
definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan
(Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam
kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat.
Seorang pemimpin dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar
di dunia kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara
efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia
kerja. Pemimpin juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja. Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai
wujud kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan Sikap tidak berbuat
curang atau tidak jujur.
3. Kemandirian
Kondisi mandiri
bagi pemimpin dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan
tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya.
Hal ini penting untuk masa depannya dimana pemimpin i tersebut harus mengatur
kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak
mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu
mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut pemimpin
dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan
bukan orang lain (Supardi: 2004).
4. Kedisiplinan
Menurut Sugono
definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono:
2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial pemimpin
perlu hidup disiplin. Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pemimpini dapat
mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat
orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat
diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik,
kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja,
mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.
5. Tanggung Jawab
Menurut Sugono
definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya
(kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono:
2008).
Pemimpin yang
memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas
lebih baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai
yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati
karena berpikir bahwa jika suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik
dapat merusak citra namanya di depan orang lain. Pemimpin yang memiliki rasa
tanggung jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat
misalkan dalam memimpin puskesmas yang berhubungan dengan berbagai elemen yaitu
tokoh masyarakat, tokoh agama dan kader kesehatan dan masyarakat yang mendapat
pelayanan puskesmas Tanggung jawab
adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu
disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan
kesadaran akan kewajiban menerima dan menyelesaikan semua masalah yang telah di
lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan.
6. Kerja keras
Bekerja keras
didasari dengan adanya kemauan. Kata “kemauan” menimbulkan asosiasi dengan
ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian,
pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian
dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan pemimpin berkembang ke
taraf yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk
bisa menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan
percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika
interaksi antara pimpinan dan individu pegawai dapat dicapai bersama dengan
usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan semakin optimum.
7. Sederhana
Gaya hidup pemimpin
merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di sekitarnya.
Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa
pekerjaannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk
tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua
kebutuhannya. Dengan menerapkan prinsip
hidup sederhana, pemimpin dibina untuk memprioritaskan kebutuhan di atas
keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam
menjalin hubungan antara pimpinan dan sesama pegawai karena prinsip ini akan
mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang
sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari
seseorang dari keinginan yang berlebihan.
8. Keberanian
Jika kita temui di
dalam dunia kerja, ada banyak pemimpin yang sedang mengalami kesulitan dan
kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi
mempertahankan pendirian dan keyakinan pemimpin, harus mempertimbangkan
berbagai masalah dengan sebaik-baiknya.
Nilai keberanian
dapat dikembangkan oleh pemimpini dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar
dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan
membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan
lain sebagainya
9. Keadilan
Berdasarkan arti
katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Bagi
pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pemimpin dapat belajar
mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar.
2.1.4
Prinsip-prinsip Anti Koruosi
Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi
yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan
dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi,
kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal
penyebab korupsi.
Ada 5 (lima)
prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini :
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas
adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga
mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk
konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya
(individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002).
Lembagalembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik,
maupun interaksi antara ketiga sektor.
Akuntabilitas
publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi
dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk
dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal
(Dubnik: 2005).
Dalam
pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan
melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang
dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan
manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka
panjang dari sebuah kegiatan.
2. Transparansi
Salah satu prinsip
penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini
penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan
semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007).
Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada
keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust)
karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang
sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan
tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan: 2010).
Dalam prosesnya,
transparansi dibagi menjadi lima yaitu : 1) proses penganggaran, 2) proses
penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses
evaluasi.
Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan,
implementasi, laporan pertanggung-jawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap
kinerja anggaran.
Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait
dengan proses
pembahasan tentang
sumber-sumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran
belanja).
Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan
peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana,
mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan tender, pengerjaan teknis,
pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis.
Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek
pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi
adalah proyek- proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya
yang penting adalah proses evaluasi.
Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek
dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara
administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put
kerja-kerja pembangunan.
Hal-hal tersebut
merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan kegiatannya agar lebih
baik.
Setelah pembahasan
prinsip ini, pimpinan puskesmas maupun anggota puskesmas lainnya baik sebagai
individu dan juga bagian dari masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan
dapat mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam kehidupan keseharian
pegawai.
3. Kewajaran
Prinsip anti
korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran ini
ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam
penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya.
Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu
komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan
informatif.
Komprehensif dan disiplin berarti
mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip
pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya
kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan efektifitas. Terprediksi
berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran
berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip
fairness.
Prinsip kewajaran
dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja. Misalnya,
dalam penyusunan anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara
wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggungjawaban, harus disusun
dengan penuh tanggung-jawab.
4. Kebijakan
Prinsip anti
korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini
ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi.
Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi
penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi
ini tidak selalu identik dengan undang-undang anti-korupsi, namun bisa berupa
undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi,
undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat
mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara
oleh para pejabat negara.
Aspek-aspek
kebijkan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan,
kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila didalamnya
terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari
isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.
Kebijakan yang
telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan
yaitu kekemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga
permasyarakatan.
Eksistensi sebuah
kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan
kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh
lagi, kuliur kebijakan ini akan menentukan tingkap pertisipasi masyarakat dalam
pemberantasan korupsi.
5. Kontrol kebijakan
Prinsip terakhir
anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar
kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi.
Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia,
self-evaluating organization, reformasi
sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia.
Bentuk kontrol
kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisifasi
yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan
dan pelaksanaannya dan konrol kebijakan berupa oposisi.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kasus korupsi di sektor kesehatan berlangsung
sama memprihatinkannya dengan kondisi di sektor lain. namun dengan dampak dan
bahaya yang ditimbulkan yang jauh lebih besar karena kekhususan karakteristik
sektor kesehatan. Sistem yang ada di sektor kesehatan dinilai masih menginduksi
tindakan korupsi. Karena itu keberadaan para pemimpin dengan nilai integritas
dan kompetensi kepemimpinan antikorupsi di sektor kesehatan, menjadi amat
penting dan mendesak. Upaya pencegahan korupsi di institusi pemerintah belum
optimal diberlakukan sejak awal penerimaan SDM sebagai pegawai hingga
penempatan pada posisi dan jabatan berikutnya. Peraturan acuan untuk penerimaan
pegawai, penilaian-penempatan pejabat struktural belum secara eksplisit
mencantumkan kompetensi antikorupsi sebagai bagian dari persyaratan. Konsep
kepemimpinan antikorupsi berangkat dari nilai kebermanfaatan, keinginan
menolong, dan karakter “amat tangguh”/very strong (keberanian untuk bertindak,
mengubah dan menerima risiko sehingga memiliki daya tahan terhadap bujukan
maupun dorongan untuk melakukan korupsi). Proses penanaman nilai integritas dan
kepemimpinan antikorupsi harus berlangsung sejak dini dan dibangun dari
nilai-nilai keluarga, pendidikan agama, sekolah dan lingkungan pertemanan (peer
group).
3.2
Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan
ini belum mencapai titik kesempunaan, jadi kritikan yang membangun sangat
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ayuningtyas, Dumilah; Kebijakan Kesehatan: Prinisp dan
Praktik, 2014, Raja Grasindo Pers
·
Beritasatu, 2014. Korupsi di Sektor Kesehatan Mencapai
Rp. 594 Miliar. http://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/
berita/170-korupsi-di-sektor-kesehatan-mencapai-rp-594-miliar diakses Kamis 5
Desember 2019 pukul 06.56 WIB
·
Brata, Roby A. 2010. Penyebab Kegagalan Kebijakan
Antikorupsi. Dipublikasikan pada tanggal 7 April 2010. Diakses melalui:
https://antikorupsi.org/id/news/penyebab-kegagalan-kebijakan-antikorupsi pada
tanggal 5 Desember 2019.
·
Djasri, Hanevi, dkk.2016. Korupsi dalam Pelayanan
Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional: Kajian Besarnya Potensi dan Sistem
Pengendalian Fraud.Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi. Jurnal Integritas
Antikorupsi Volume 2, Nomor 1, Agustus 2016.
·
Haikal, Husain. 2014. Kepemimpinan Lokal Sebagai Pilar
Kepemimpinan Nasional. http://e- journal.metrouniv.ac.id/index.
php/akademika/article/view/410 diakses 5 Desember 2019
·
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 971/ MENKES/PER/XI/2009 tentang Standar Kompetensi
Pejabat Struktural Kesehatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar