BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sesuai Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Mengkes/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan, didalamnya terdapat Kode Etik Bidan Indonesia. Deskripsi kode
etik bidan Indonesia adalah merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari
nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan
komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam
melaksanakan pengabdian profesi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segala
bidang berpengaruh terhadap meningkatnya kritis masyarakat terhadap mutu
pelayanan kesehatan terutama pelayanan kebidanan. Menjadi tantangan bagi
profesi bidan untuk mengembangkan kompetensi dan profesionalisme dalam
menjalankan praktik kebidanan serta dalam memberikan pelayanan berkualitas.
Sikap etis profesional
bidan akan mewarnai dalam setiap langkahnya, termasuk dalam mengambil keputusan
dalam merespon situasi yang muncul dalam usaha. Pemahaman tentang etika dan
moral menjadi bagian yang fundamental dan sangat penting dalam memberikan
asuhan kebidanan. dengan senantiasa menghormati nilai-nilai pasien.
Etika merupakan suatu
pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau
kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika berfokus pada prinsip dan
konsep yang membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya
dilandasi nilai-nilai yang dianutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa itu etik dan moral?
2.
Apa saja masalah etik dan moral yang mungkin terjadi dalam
praktek kebidanan?
3.
Apa bedanya issue etik dalam kebidanan dengan issue moral dalam
kebidanan?
4.
Apa bedanya konflik moral dengan dilema moral?
5.
Bagaimana masalah etik moral yang berhubungan dengan teknologi?
6.
Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam menyelesaikan
masalah dilema etik?
7.
Apa itu informed choice?
8.
Apa itu informed consent?
1.3 Tujuan Penulisan
Melalui makalah ini
diharapkan sebagai tenaga kesehatan bidan dapat mengetahui apa saja masalah
etik moral yang mungkin terjadi dalam praktik kebidanan sehingga kita tau
bagaimana cara bersikap/etik moral dalam melaksanakan profesi kita dalam
berpraktik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Memecahkan
Masalah Yang Berkaitan Dengan Etikolegal Pelayanan Kebidanan
2.1.1 Masalah-masalah Etik Moral Yang Mungkin
Terjadi Dalam Praktek Bidan
1.
Tuntutan etik adalah hal penting dalam
kebidanan karena :
a.
Bertanggung jawab atas keputusan yang dibuat
b.
Bertanggung jawab atas keputusan yang diambil
2.
Untuk menjalankan praktik kebidanan dengan
baik dibutuhkan :
a.
Pengetahuan klinik yang baik
b.
Pengetahuan yang up to date
c.
Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3.
Harapan Bidan dimasa depan :
a.
Bidan dikatakan profesional, apabila
menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn, Ground of Profesional
Ethis, 1994)
b.
Dengan memahami peran bidan tanggung jawab
profesionalisme bidan terhadap pasien atau klien akan meningkat
c.
Bidan berada dalam posisi baik memfasilitasi klien dan membutuhkan
peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik
kebidanan
2.1.2
Langkah-langkah Penyelesaian Masalah
2.1.2.1
Pengkajian
Hal pertama yang perlu diketahui bidan adalah
perlu mendengar kedua sisi dengan menjadi pendengar yang berempati. Target
tahap ini adalah terkumpulnya data dari seluruh pengambil keputusan, dengan
bantuan pertanyaan yaitu :
1.
Apa yang menjadi fakta medik ?
2.
Apa yang menjadi fakta psikososial ?
3.
Apa yang menjadi keinginan klien ?
4.
Apa nilai yang menjadi konflik ?
5.
Perencanaan
Untuk merencanakan dengan
tepat dan berhasil, setiap orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
harus masuk dalam proses. Thomson and Thomson (1985) mendaftarkan 3 (tiga) hal
yang sangat spesifik namun terintegrasi dalam perencanaan, yaitu:
1.
Tentukan tujuan dari treatment.
2.
Identifikasi pembuat keputusan
3.
Daftarkan dan beri bobot seluruh
opsi/pilihan.
2.1.2.2
Implementasi
Selama implementasi,
klien/keluarganya yang menjadi pengambil keputusan beserta anggota tim
kesehatan terlibat mencari kesepakatan putusan yang dapat diterima dan saling
menguntungkan. Harus terjadi komunikasi terbuka dan kadang diperlukan
bernegosiasi. Peran Bidan selama implementasi adalah menjaga agar komunikasi
tak memburuk, karena dilema etis sering kali menimbulkan efek emosional seperti
rasa bersalah, sedih/berduka, marah, dan emosi kuat yang lain. Pengaruh
perasaan ini dapat menyebabkan kegagalan komunikasi pada para pengambil
keputusan. Bidan harus ingat “Saya disini untuk melakukan yang terbaik bagi
klien”.
Bidan harus menyadari bahwa
dalam dilema etik tak selalu ada 2 (dua) alternatif yang menarik, tetapi kadang
terdapat alternatif tak menarik, bahkan tak mengenakkan. Sekali tercapai
kesepakatan, pengambil keputusan harus menjalankannya. Kadang kala kesepakatan tak
tercapai karena semua pihak tak dapat didamaikan dari konflik sistem dan nilai.
Atau lain waktu, Bidan tak dapat menangkap perhatian utama klien. Sering kali
klien/keluarga mengajukan permintaan yang sulit dipenuhi, dan di dalam situasi
lain permintaan klien dapat dihormati.
2.1.2.3
Evaluasi
Tujuan dari evaluasi adalah
terselesaikannya dilema etis seperti yang ditentukan sebagai outcome-nya.
Perubahan status klien, kemungkinan treatment medik, dan fakta sosial
dapat dipakai untuk mengevaluasi ulang situasi dan akibat treatment perlu untuk
dirubah. Komunikasi diantara para pengambil keputusan masih harus dipelihara.
Dilema etik yang sering ditemukan
dalam praktek kebidanan dapat bersifat personal ataupun profesional. Dilema
menjadi sulit dipecahkan bila memerlukan pemilihan keputusan tepat diantara dua
atau lebih prinsip etis. Sebagai tenaga profesional perawat kadang sulit karena
keputusan yang akan diambil keduanya sama-sama memiliki kebaikan dan keburukan.
Pada saat berhadapan dengan dilema etis juga terdapat dampak emosional seperti
rasa marah, frustrasi, dan takut saat proses pengambilan keputusan rasional
yang harus dihadapi, ini membutuhkan kemampuan interaksi dan komunikasi yang
baik dari seorang perawat.
Masalah pengambilan
keputusan dalam pemberian transplantasi ginjal juga sering menimbulkan
dilema etis karena sangat berhubungan dengan hak asasi manusia, pertimbangan
tingkat keberhasilan tindakan dan keterbatasan sumber-sumber organ tubuh
yang dapat didonorkan kepada orang lain sehingga memerlukan pertimbangan yang
matang. Oleh karena itu sebagai perawat yang berperan sebagai konselor dan
pendamping harus dapat meyakinkan klien bahwa keputusan akhir dari komite
merupakan keputusan yang terbaik.
2.1.3
Informed Choice dan Informed Consent
Menurut Jhon M. Echols
dalam kamus bahasa inggris indonesia tahun 2003 Informed berarti telah
diberitahukan, telah disampaikan, telah di informasikan. Sedangkan Choice
berarti pilihan. Dengan demikian secara umum Infrmed Choice dapat diartikan
memberitahukan atau menjelaskan pilihan-pilihan yang ada pada klien.
Tujuannya adalah untuk
mendorong wanita memilih asuhannya, peran bidan tidak hanya membuat asuhan
dalam menejemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk
memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi.
Menurut kode etik bidan
internasional tahun 1993, ”bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan
meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggung jawabnya
tentang hasil dari pilihannya”
Informasi yang
diberikan kepada ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan, dan
kemungkinan hasil dari tiap pilihannya. Tetapi sebagian besar wanita masih
sulit untuk membuat keputusan karena alasan social, ekonomi, kurangnya
pendidikan, dan pemahaman masalah kesehatan. Kesulitan bahasa, dan pehamanan
sistem kesehatan yang tersedia dan lain-lain.
Berikut rambu-rambu yang
harus di ingat dalam Informed Choice :
1.
Informed Choice bukan sekedar mengetahui
berbagai pilihan yang ada, namun juga mengerti benar manfaat dan resiko dari
setiap pilihan yang ditawarkan.
2.
Informed choice tidak sama dengan membujuk
atau memaksa klien mengambil keputusan yang menurut orang lain baik (meskipun
dilakukan dengan cara halus)
Menurut Jusuf Hanafiah
(1999) Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter
setelah diberikan penjelasan. Hal ini dilakukan setiap melakukan tindakan medis
sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Depkes (2002),informed
consent dibagi menjadi 2 bentuk yaitu:
1.
Implied consent, yaitu persetujuan yang
dinyatakan secara langsung.
2.
Express consent yaitu persetujuan yang
dinyatakan dalam bentuk tulisan atau ferbal.
Pengecualian terhadap
keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan
kedokteran kepada klien adalah:
1.
Dalam keadaan gawat darurat (emergensi),
dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil
sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya. Ini tercantum dalam
Permenkes No.290/ Menkes/ Per/ III/ 2008.
Menurut Culver and Gert,
ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent/persetujuan :
1.
Sukarela (voluntariness)
2.
Informasi (information)
3.
Kompetensi (competence)
4.
Keputusan (decision)
Pilihan (choice) berbedadengan
persetujuan (consent), yaitu:
1.
Persetujuan
atau consent penting dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek
hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
2.
Pilihan
atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan
kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan
merupakan aspek otonomi pribadi menentukan ‘pilihannya sendiri’
Agar pilihan dapat dipeluas dan menghindari konflik, maka
yang harus dilakukan adalah:
1.
Memberi informasi yang lengkap pada ibu, informasi
yang jujur, tidak bias, dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif
media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
2.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk
membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab keputusan yang
diambil. Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga
kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah
diberikan informasi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka.
3.
Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu
merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan
petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi, untuk semua kelompok tenaga
pemberi pelayanan bagi ibu.
4.
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidencebased, diharapkan konflik dapat
ditekan serendah mungkin.
5.
Tidak perlu takut akan konflik tetapi menganggapnya
sebagai sesuatu kesempatan untuk saling memberi, dan mungkin suatu penilaian
ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan
positif pada perubahan.
Beberapa jenis pelayanan
kebidanan yang dapat diplih oleh pasien, antara lain:
1.
Bentuk pemeriksaan ANC dan screening laboratorium
ANC
2.
Tempat melahirkan
3.
Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4.
Didampingi waktu melahirkan
5.
Argumentasi, stimulasi, induksi
6.
Mobilisasi atau posisi saat persalinan
7.
Pemakaian analgesia
8.
Episiotomi
9.
Pemecahan ketuban
10.
Penolong persalinan
11.
Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
12.
Teknik pemberian minuman pada bayi
13.
Metode kontrasepsi
Pencegahan konflik etik, meliputi empat hal:
1.
Informed Consent
2.
Negosiasi
3.
Persuasi
4.
Komite Etik
Latar belakang diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medik yang dilakukan bidan,
hasilnya penuh dengan ketidak pastian dan unpredictable
(tidak dapat diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain yang berada di luar kekuasaan bidan, seperti perdarahan post
partum, shock, asfiksia neonatorum.
Menurut Dr.H.J.J Leenen, bahwa isi dari informasi adalah
diagnosa, terapi, tentang cara kerja, resiko, kemungkinan perasaan sakit,
keuntungan terapi, dan prognosa. Yang berhak memberikan persetujuan adalah
mereka yang dalam keadaan sadar dan sehat mental, telah berumur 21 tahun atau
telah menikah, bagi mereka yang telah berusia lebih dari 21 tahun tetapi
dibawah pengampuan maka persetujuan diberikan oleh wali. Ibu hamil yang telah
melangsungkan perkawinan, berarapun umurnya, menurut hukum adalah dewasa
(cakap), berhak mendapat informasi.
Hak atas persetujuan bilamana ada pertentangan dengan
suami maka pendapat ibu hamil yang diturut karena yang memebrikan persetujuan
adalah ibu hamil sendiri, mengingat akan hak atas alat reproduksi.
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak
kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan
bidan dan formulir persetujuan itu ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka
persetujuan kedua belah pihak saling mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak. Ia hanya dapat dipergunakan sebagai bukti tertulis akan
adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap tindakan yang dilakukan.
Bilamana ada formulir yang ditandatangani pasien atau
wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung
jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai
kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung
jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
Rahasia pribadi yang diberitahu oleh ibu hamil adalah
rahasia yang harus dipegang teguh dan dirahasiakan bahkan sampai yang
bersangkutan meninggal dunia. Hukuman membuka rahasia jabatan diatur dalam KUHP
BAB XVII pasal 322 tentang membuka rahasia.
Informed consent mempunyai dua dimensi, yaitu sebagai
berikut:
1.
dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien
terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a.
keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
b.
informasi yang diberikan harus dimngerti pasien
c.
memberikan kesempatan pasien untuk memperoleh yang
terbaik
2.
Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:
a.
menghargai otonomi pasien
b.
tidak melakukan intervensi melainkan membantu
pasien bila diminta atau dibutuhkan
c.
bidan menggali keinginan pasien baik secara
subjektif atau hasil pemikiran rasional
Syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:
1.
Adanya kata sepakat, sepakat dari pihak
tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan
pasien, kata sepakat harus diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah
terlebih dahulu bidan memberikan informasi kepada pasien sejelas-jelasnya.
2.
Kecakapan, artinya bahwa seseorang memiliki
kecakapan memberikan persetujuan, jika orang tersebut mampu melakukan tindakan
hukum, dewasa, dan tidak gila
3.
Suatu hal tertentu, objek dalam
persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan
terperinci. Misalnya dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien
meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami atau wali. Kemudian yang
terpenting harus dilampirkan identitas yang memberikan persetujuan
4.
Suatu sebab yang halal, maksudnya adalah isi
persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan,
norma dan hukum.
Untuk memahami informed consent, maka digambarkan urutan
pelaksanaannya pada bagan alir sebagai berikut:
PASIEN
|
BIDAN
|
INFORMASI
|
CHOICE/PILIHAN
|
KEPUTUSAN
|
CONSENT (PERSETUJUAN)
|
REFUSAL (MENOLAK)
|
MENANDATANGANI FORM PERSETUJUAN
|
MENANDATANGANI FORM PENOLAKAN
|
CONTOH INFORMED
CONSENT DALAM
TINDAKAN PERSALINAN
Bidan Praktik Swasta .........................
Alamat ................................................
Telp .....................Fax .........................
Kode Pos ............................................
PERSETUJUAN
TINDAKAN PERTOLONGAN
PERSALINAN
Nomor: ..............
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
........................................................
Tempat/Tanggal Lahir :
........................................................
Alamat :
........................................................
Kartu Identitas :
........................................................
Pekerjaan :
........................................................
Selaku
individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini, bersama ini saya
menyatakan kesediaanya untuk dilakukan tindakan dan prosedur pertolongan
persalinan pada diri saya.
Apabila
dalam keadaan dimana saya tidak mampu untuk memperoleh penjelasan dan memberi
persetujuan maka saya menyerahkan mandat kepada suami atau wali saya, yaitu:
Nama :
........................................................
Tempat/Tanggal Lahir :
........................................................
Alamat :
........................................................
Kartu Identitas :
........................................................
Pekerjaan :
........................................................
Demikian
surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaaan dari pihak manapun dan agar
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
........................,
.......................
Yang
memberi
Bidan, Persetujuan pasien
(...............................) (.............................................)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah atau kata etika sering kita dengar, baik di ruang
kuliah maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dalam segi keprofesian
tertentu, tetapi menjadi kata-kata umum yang sering digunakan, termasuk diluar
kalangan cendekiawan. Dalam profesi bidan “etika” lebih dimengerti sebagai
filsafat moral. Berdasarkan pembahasan diatas kita telah mengetahui etika serta
nilai dalam profesi kebidanan. Dengan kita mengetahui nilai etika kebidanan
maka dalam penyerapan dan pembentukan nilai oleh tenaga bidan dapat dilakukan
dengan tepat dan tidak melenceng dari nilai serta kode etik kebidanan
3.2
Saran
Diharapkan tenaga bidan memahami tentang apa itu etika kebidanan
sehingga dengan mudah menyerap dan membetuk nilai etika kebidanan. Sehingga
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak mengecewakan dan tidak ada
pihak yang dirugikan
DAFTAR
PUSTAKA
-
IBI. 2005. ETIKA DAN KODE ETIK BIDAN DI
INDONESIA, Jakarta : Gramedia
-
Reni Heryani, SST, SKM, M.Biomed. 2016. BUKU
AJAR ETIKOLEGAL DALAM PRAKTIK KEBIDANAN UNTUK MAHASISWA KEBIDANAN EDISI REVISI,
Jakarta Timur : TIM
-
Santi Susanti, S.SiT, M.Kes. 2010. ETIKOLEGAL
DALAM PRAKTIK KEBIDANAN, Jakarta Timur : TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar