Jumat, 06 Desember 2019

Kala Dua Persalinan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Bab ini menguraikan berbagai proses yang terjadi selama kala dua persalinan dan asuhan yang diperlukan untuk memandu kelancaran proses tersebut. Proses-proses fisiologis yang terjadi terdiri dari mulainya gejala dan tanda kala dua hingga lahirnya bayi. Penolong persalinan, harus mampu untuk menangani berbagai proses di dalam periode tersebut diatas, juga diharapkan terampil dalam mencegah terjadinya berbagai penyulit, mengenali gangguan atau komplikasi kala dua sejak tahap yang paling dini, melakukan resusitasi dan stabilisasi kegawatdaruratan medic dan merujuk ibu bersalin secara optimal dan tepat waktu.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. (sarwono,1)
Kala II persalinan adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil pengenalan dan piñata laksanaan kala pembukaan, batasan kala II dimulai ketika pembukaan servik sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II juga disebut sebagai pengeluaran bayi. (Depkes RI  hal 79)
Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang pasien dan keluarganya ,sangat penting untuk di ingat bahwa persalian adalah proses yang normal dan merupakan kejadian yang sehat. Namun demikian, potensi terjadinya komplikasi yang mengancam nyawa selalu ada sehingga bidan harus mengamati dengan ketat pasien dan bayi sepanjang proses melahirkan. Dukungan terus menerus dan penatalaksanaan yang terampil dari bidan dapat menyumbangkan suatu pengalaman melahirkan yang menyenangkan dengan hasil persalinan yang sehat dan memuaskan.
1.2              Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dari kala II persalinan?
2.      Apa persiapan pertolongan persalinan?
3.      Apa saja penatalaksanaan fisiologis kala dua?
4.      Bagaimana prosedur menolong kelahiran bayi?
5.      Apa saja pemantauan selama kala II persalinan?
1.3              Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari kala II persalinan?
2.      Untuk mengetahui persiapan pertolongan persalinan?
3.      Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan fisiologis kala dua?
4.      Untuk mengetahui prosedur menolong kelahiran bayi?
5.      Untuk mengetahui apa saja pemantauan selama kala II persalinan?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pengertian
Kala dua persalinan dimulai dari pembukaan lengkap serviks (10cm), dilanjutkan dengan upaya mendorong bayi keluar dari jalan lahir dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua persalinan disebut juga sebagai kala pengeluaran bayi.
Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir Uterus dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir .Proses ini biasanya berlangsung 2 Jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Diagnosi prsalina kala II ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janinsudah tampak pada vulva.
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Kontraksi selama kala dua adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-kira 2 menit yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin ekspulsif sifatnya.
2.1.1        Gejala dan Tanda Kala Dua Persalinan
Gejala dan tanda kala dua persalinan adalah:
·              Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi.
·              Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/ atau vaginanya
·              Perineum menonjol
·              Vulva dan sfingter ani membuka
·              Meningkatnya pengeluaran lender bercampur darah.
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah:
·              Pembukaan serviks telah lengkap, atau
·              Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

2.2              Persiapan penolong persalinan
Salah satu persiapan bagi penolong adalah memastikan penerapan prinsip dan praktik pencegahan infeksi (PI) yang dianjurkan, termasuk mencuci tangan, memakai sarung tangan DTT/ Steril dan mengenakan perlengkapan perlindungan diri.
2.2.1        Sarung Tangan
Sarung tangan DTT/Steril harus selalu dipakai selama melakukan periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomy, penjehitan laserasi dan asuhan segera bagi bayi baru lahir. Sarung tangan DTT/Steril harus menjadi bagian dari perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set) dan prosedur penjahitan (suturing atau heckting set). Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi, robek atau bocor.
2.2.2        Perlengkapan Perlindungan Diri
Perlindungan diri merupakan penghalang atau barier antara penolong dengan bahan-bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. Oleh sebab itu, penolong harus memakai celemek yang bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong persalinan. Juga gunakan masker penutup mulut dan pelindung diri selama membantu kelahiran bayi dan plasenta serta saat melakukan penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
2.2.3        Persiapan Tempat Persalinan, Peralatan dan Bahan
Penolong persalinan harus menilai ruangan di mana proses persalinan akan berlangsung. Ruangan tersebut harus memiliki pencahayaan/penerangan yang cukup (baik melalui jendela, lampu di langit-langit kamar ataupun sumber cahaya lainnya). Dimensi ruang untuk 1 ranjang bersalin adalah 3x(2x2x3m³) dimana angka 3 pertama menunjukkan jumlah orang yang ada (1 pasien, 1 penolong, dan 1 pendamping) dan angka yang ada di dalam kurung adalah dimensi atau ruang yang diperlukan untuk setiap orang (12m³) yang terbagi dalam ukuran panjang, lebar dan tinggi. Jika di kamar bersalin ditempatkan 2 ranjang bersalin maka dimensi ruangnya adalah 2 kali ukuran tersebut diatas atau 2x3x12m³ atau 72m³ atau 4 meter x 6 meter x 3 meter (lebar x panjang x tinggi).
Ibu dapat melaksanakan persalinan di tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang bersih, kain tebal dan pelapis anti bocor (plastik). Jika tempat bersalin hanya beralaskan kayu atau kasur yang diletakkan diatas lantai maka lapisan paling bahwa adalah kain tebal yang diatasnya dilapisi dengan plastik anti bocor). Ruangan harus hangat (tetapi jangan panas) dan terhalang dari tiupan angin secara langsung. Selain itu, harus tersedia meja atau permukaan yang bersih, kering dan mudah dijangkau untuk meletakkan semua peralatan yang diperlukan. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi dengan baik; termasuk perlengkapan untuk menolong persalinan, menjahit laserasi atau luka episiotomy dan resusitasi bayi baru lahir. Meja asuhan atau resusitasi bayi baru lahir harus dalam jangkauan 30 detik atau jarak dibawah 2 meter dari lokasi ranjang bersalin. Semua perlengkapan dan bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obat esensial yang dibutuhkan untuk persalinan, membantu kelahiran dan asuhan bayi baru lahir.
2.2.4        Penyiapan Tempat dan Lingkungan untuk Kelahiran Bayi
Persiapan untuk mencegah terjadinya kelahiran panas tubuh yang berlebihan pada bayi baru lahir harus dimulai dari sebelum kelahiran bayi. Siapkan lingkungan yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau bayi baru lahir dengan memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat (minimal 25ºC), pencahayaannya cukup, dan bebas dari tiupan angina (matikan kipas angin atau pendingin udara bila sedang terpasang). Sediakan penghangat tubuh bayi diatas meja asuhan bayi baru lahir yaitu lampu pijar (bohlam) 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi. Lebih baik jika tersedia infant warmer elektrik yang dapat diatur tingkat kehangatan atau temperatur dibawah elemen pemanas. Jika ibu bermukim di daerah pegunungan atau beriklim dingin, sebaiknya disediakan minimal 2 selimut, kain atau handuk yang kering dan bersih untuk mengeringkan dan menjaga kehangatan tubuh bayi.
2.2.5        Persiapan Ibu dan Keluarga
Asuhan Sayang Ibu
·              Anjuran ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua, dan kerabat yang disukai ibu, sangat diperlukan dalam menjalani proses persalinan.
Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan
dari keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
·              Anjuran keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman bicara, dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan bayinya.
·              Penolong persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau kelahiran bayi kepada mereka.
·              Tenteramkan hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala dua persalinan. Lakukan bimbingan dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
·              Bantu ibu untuk memilih posisi yang nyaman saat meneran.
·              Setelah pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran jika ada kontraksi atau dorongan spontan dan kuat untuk meneran. Jangan anjuran ibu untuk meneran berkepanjangan sehingga upaya bernafas akan terhalang. Anjuran ibu beristirahat di antara kontraksi.
Alasan: Meneran secara berkepanjangan menyebabkan upaya bernafas terganggu
sehingga terjadi kelelahan yang tak perlu dan meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Enkin, et al, 2000).
·              Anjuran ibu untuk minum selama persalinan kala dua
Alasan: Ibu bersalin mudah mengalami dehidrasi selama persalinan dan proses
kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami dehidrasi (Enkin, et al, 2000).
·              Jika ibu khawatir dalam menghadapi kala II persalinan, berikan rasa aman, semangat dan dukungan selama persalinan berlangsung. Semua itu akan mengurangi ketegangan sehingga dapat melancarkan proses persalinan dan kelahiran bayi. Jelaskan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan, jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu, dan jelaskan apa yang mungkin terjadi/dialami ibu dan bayi, juga temuan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya tekanan darah, denyut jantung janin, hasil periksa dalam, dsb).
Membersihkan Perineum Ibu
Praktik terbaik pencegahan infeksi pada persalinan kala dua diantaranya adalah melakukan pembersihan vulva dan perineum menggunakan air matang (DTT). Gunakan gulungan kapas atau kasa bersih yang dibasahi dengan air DTT, bersihkan mulai dari bagian atas ke arah bawah (dari bagian anterior vulva ke arah anus), cegah terjadinya kontaminasi tinja. Letakkan kain bersih di bawah bokong saat ibu mulai meneran. Sediakan kain bersih cadangan di dekatnya. Jika keluar tinja saat ibu meneran, jelaskan bahwa hal itu biasa terjadi. Bersihkan tinja dengan kain alas bokong atau gulungan kassa sambil tetap menggunakan sarung tangan. Ganti kain alas bokong dengan sarung tangan DTT yang terkontaminasi tinja. Jika tak tersedia cukup waktu untuk membuang tinja ke wadah yang tersedia atau ibu meneran dan bayi akan segera lahir maka sisihkan dan tutupi tinja tersebut dengan kain bersih lainnya agar tidak mengkontaminasi bayi.
            Mengosongkan Kandung Kemih
Anjurkan ibu dapar berkemih setiap 2 jam atau lebih sering jika kandung kemih selalu terasa penuh. Jika diperlukan, bantu ibu untuk ke kamar mandi. Jika ibu tak dapat berjalan ke kamar mandi, bantu agar ibu dapat duduk dan berkemih di wadah penampungan urin.
Alasan: Kandung kemih yang penuh dapat mengacaukan penilaian sensasi nyeri, apakah akibat kandung kemih penuh atau kontraksi. Sebelum ini, kandung kemih yang penuh dianggap sebagai penghambat penurunan kepala bayi tetapi tidak ada bukti sahih yang menyokong pendapat tersebut. Untuk menghindarkan cedera pada kandung kemih, pastikan kandung kemih telah kosong sebelum melakukan tindakan per vaginam (misalnya, ekstraksi vakum, ekstrasi forceps, penanganan distosia bahu, dsb).
            Jangan melakukan kateterisasi rutin pada kandung kemih sebelum/setelah kelahiran bayi dan/atau plasenta. Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan bila terjadi retensi urin dan ibu tak mampu berkemih sendiri.
Alasan: Selain menyakitkan, kateterisasi dapat meningkatkan resiko infeksi, trauma,
perlukaan, atau morbiditas pada saluran kemih ibu.
2.2.6        Amniotomi
Lakukan amniotomi jika selaput ketuban belum pecah, telah terjadi pembukaan lengkap, dan ibu meneran spontan. Perhatikan warna air ketuban yang keluar (J,M,D) saat amniotomi. Jika terjadi pewarnaan meconium pada air ketuban maka lakukan persiapan pertolongan bayi baru lahir karena kondisi tersebut menunjukkan adanya hipoksia intrauteri.

2.3              Penatalaksanaan Fisiologis Kala Dua
Proses fisiologis kala dua persalinan diartikan sebagai serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan kekuatan ibu sendiri). Gejala dan tanda kala dua juga merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai. Setelah pembukaan lengkap, beritahukan pada ibu bahwa akan terjadi dorongan alamiah berupa rasa tegang pada dinding perut yang diikuti rasa nyeri dan ingin meneran (jika kepala bayi menekan pleksus Frankenhauser pada rectum) untuk mengeluarkan bayi dari jalan lahir. Setelah itu, kontraksi mereda dan ibu harus beristirahat hingga timbul kembali gejala alamiah tersebut diatas (ibu harus beristirahat diantara kontraksi).
Ibu dapat memilih posisi yang nyaman, baik berdiri, merangkak, berjongkok atau miring untuk memberi rasa nyaman dan mempersingkat kala dua. Beri keleluasaan untuk ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan kelahiran bayi jika ibu memang menginginkannya atau dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dialaminya.
Pada masa sebelum ini, sebagian besar penolong akan segera meminta ibu agar “menarik nafas pajang dan meneran” setelah terjadi pembukaan lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti selama 10 detik atau lebih (“meneran dengan tenggorokan terkatup” atau manuver Valsava) hingga tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995).
Hal ini ternyata akan mengurangi pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan menurunnya denyut jantung janin (DJJ) dan nilai APGAR yang lebih rendah dari normal (Enkin, et al, 2000). Cara meneran seperti tersebut diatas, bukan merupakan tatalaksana fisiologis kala dua. Pada tatalaksana fisiologis kala dua, ibu mengendalikan dan mengatur saat meneran dengan fasilitasi cara meneran yang efektif dan benar dari penolong persalinan. Harap diingat bahwa sebagian besar daya dorong untuk melahirkan bayi, dihasilkan dari kontraksi uterus. Meneran hanya menambah daya kontraksi untuk mengeluarkan bayi.
2.3.1        Membimbing Ibu untuk Meneran
Jika kala dua telah dapat dipastikan, tunggu sampai ibu merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran. Teruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi.
            Diagnosis Kala II dan Memulai Upaya Meneran:
·              Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)
·              Pakai sarung tangan DTT / Steril untuk periksa dalam
·              Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan pemeriksaan dalam
·              Lakukan pemeriksaan dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap (10cm), lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI
·              Jika pembukaan belum lengkap, tenteramkan ibu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan di sekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan pada partograf.
·              Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri nasehat untuk tidak meneran dan ajarkan cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menahan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu.
·              Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan pada partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat di antara kontraksi.
·              Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk menran. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan semua temuan pada partograf. Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit. Stimulasi putting susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi. Jika ibu ingin meneran, lihat petunjuk pada butir 7 diatas.
·              Jika ibu masih meneran ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit (nulipara) atau  30 menit (multipara) sejak pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran di setiap puncak (fase acme) kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum, dn pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi putting susu untuk memperkuat kontraksi.
·              Jika Bayi tidak lahir setelah 60 menit (nulipara) atau 30 menit (multipara) meneran dan kontraksi adekuat atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karenan tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan disproporsi kepala panggul ; (CPD).
2.3.2        Posisi Ibu Saat Meneran
Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman. Ibu dapat mengubah-ubah posisi secara teratur selama kala II karena hal ini dapat membantu kemajuan persalinan, mencari posisi meneran yang paling efektif dan menjaga sirkulasi utero-plasenter tetap baik.

Gambar Posisi Duduk dan Setengah Duduk
Posisi duduk dan setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberi kemudahan baginya untuk beristirahat di antara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya.
Gambar Posisi Jongkok, Berdiri, dan Litotomi
Posisi jongkok atau berdiri dapat membantu mepercepat kemajuan kala dua persalinan dan mengurangi rasa nyeri, sedangkan posisi litotomi setengah duduk cukup efektif untuk meneran.
Gambar Posisi Telungkup atau Berbaring Miring ke Kiri
Beberapa ibu merasa bahwa telungkup (bertahan pada kedua tangan dan lutut) atau berbaring miring ke kiri membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran. Kedua posisi tersebut juga akan membantu perbaikan posisi oksiput yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior.
Posisi telungkup seringkali membantu ibu mengurangi nyeri punggung saat persalinan. Posisi berbaring miring ke kiri memudahkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi jika ia mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko terjadinya laserasi perineum.






























Cara Meneran
·              Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya selama kontraksi.
·              Beritahukan untuk tidak meahan nafas saat meneran.
·              Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi.
·              Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, ia akan lebih mudah untuk meneran jika lutut ditarik kea rah dada dan dagu ditempelkan ke dada.
·              Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.
·              Tidak diperbolehkan mendorong fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan pada fundus meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptura uteri. Peringatkan anggota keluarga ibu untuk tidak mendorong fundus bila mereka mencoba melakukannya.
Catatan: jika ibu adalah Primigravida dan bayinya belum lahir atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah dua jam meneran maka ia harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan. Lakukan hal yang sama apabila seorang multigravida belum juga melahirkan bayinya atau persalinan tidak akan segera terjadi setelah satu jam meneran (lihat Alur Penetalakasanaan Fisiologis Kala Dua).

2.4              Mendorong Kelahiran Bayi
2.4.1        Posisi Ibu Saat Melahirkan
Ibu dapat melahirkan bayi pada posisi apapun kecuali pada posisi berbaring terlentang (supine position) yang terlalu lama (lebih dari 10 menit).

Alasan: jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta, dll) akan menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero-plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Enkin, et al, 2000).

Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan tersedia alas kain atau sarung bersih di bawah ibu dan kemudahan untuk menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain handuk bersih di atas perut ibu sebagai alas tempat meletakkan bayi baru lahir.

2.4.2        Pencegahan Laserasi
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan.kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat (dibahas di bagian selanjutnya) dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter 5-6cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kapala saat melewati introitus dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernafas cepat pada waktunya.

Gambar yang memperagakan bagaimana cara membimbing ibu untuk melahirkan kepala bayi
Gambar kepala membuka vulva Ø5-6cm (crowning of the head)
Episiotomi hanya dilakukan jika ada indikasi dan tidak dilakukan secara rutin. Beberapa indikasi episiotomi diantaranya adalah perineum yang rigid, makrosomia, atau tindakan medik operatif pervaginam (ekstrasi forceps, distosia bahu, dsb). Episiotomi dapat mengarahkan alur luka, mencegah robekan perineum yang berlebihan, irisan yang rata akan memudahkan proses penjahitan (reparasi), mengurangi tekanan pada kepala dan infeksi. Episiotomi yang dilakukan secara rutin, dapat merugikan dan meningkatkan mordibitas yang tidak perlu dan dan menambah biaya persalinan. Para penolong persalinan harus cermat membaca kata rutin pada episiotomi karena hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan episiotominya.
            Episiotomi rutin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan:
·              Meningkatkan jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma
·              Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomy
·              Meningkatkan nyeri pasca persalinan di daerah perineum
·              Meningkatnya resiko infeksi (terutama jika prosedur Pencegahan Infeksi diabadikan)





Gambar Episiotomi Mediolateralis

Indikasi untuk melakukan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi jika:
·                Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan dengan tindakan pervaginam
·                Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstrasi cunam (forsep) atau ekstraksi vakum)
·                Jaringan parut pada perineum atau vulva yang memperlambat kemajuan persalinan

Gambar Bimbingan Saat Membantu Kelahiran Kepala Bayi
Disadur dari Beck, Buffington & Mc Dermot.
2.4.3        Melahirkan Kepala
Saat kepala bayi membuka vulva 5-6cm (crowning), letakkan kain yang bersih dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain/handuk bersih pada perut bawah ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (diselubungi kain bersih dan kering), jika jari pada salah sisi perineum, 4 jari tangan pada sisi yang lain , dan tangan lain pada belakan kepala. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati vulva dan perineum.
Alasan: melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
Gambar Menahan Belakang Kepala Dan Perineum
Jika bayi menangis dan bernafas spontan, tidak perlu dilakukan penghisapan mukus. Jika diperlukan (bayi asfiksia), pertama kali lakukan penghisapan mukus pada mulut, baru kemudian dilakukan penghisapan mukus pada hidung. Menghisap mukus pada hidung terlebih dulu, dapat menybabkan bayi menarik nafas dan terjadi aspirasi mekonium atau cairan yang berada pada muara saluran nafas. Jangan masukkan kateter atau bola karet penghisap terlalu dalam pada mulut atau hidung bayi. Hisap mukus/lendi pada bayi secara lembut, hindari penghisapan yang terlalu dalam dan agresif.

            Periksa Tali Pusat Pada Leher
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan bernafas cepat. Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tapi pusat. Jika ada dan lilitan di leher bayi cukup longggar maka lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat maka klem jpit tali pusat 2 tempat di mana jarak antara masing-masing klem adalah 3 cm, kemudian potong tali pusat di antara 2 klem tersebut.
Gambar Memeriksa Lilitan Tali Pusat dan Melepaskannya
Seperti yang telah diuraikan diatas, jangan melakukan penghisapan lendir secara rutin pada mulut dan hidung bayi. Sebagian besar bayi sehat dapat menghilangkan lendir tersebut secara alamiah melalui mekanisme bersin dan menangis saat lahir. Penghisapan lendir yang terlalu dalam dapat menyebabkan ujung kanul penghisap menyentuh daerah orofaring yang memiliki banyak anyaman syaraf parasimpatis sehingga dapat menimbulkan reaksi vaso-vagal. Reaksi ini menyebabkan perlambatan denyut jantung (bradikardia) dan/atau henti nafas (apnea) yang sangat membahayakan keselamatan jiwa bayi (Enkin, et al, 2000). Terkait dengan hal tersebut, tidak dianjurkan melakukan penghisapan mucus/lendir pada mulut dan hidung secara rutin.
Gambar Melahirkan Bahu Anterior Dan Posterior
2.4.4        Melahirkan Bahu
·              setelah menyeka mulut dan hidung bayi dan memeriksa tali pusat, tunggu kontraksi berikut dan terjadinya putaran paksi luar secara spontan.
·              Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi, minta ibu meneran sambil penolong meletakan kepala kea rah bawah dan lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis.
·              Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala keatas dan lateral tubuh bayi sehingga bahu bawah dan seluruh dada dapat dilahirkan.
Catatan: Sulit untuk memperkirakan kapan distosia bahu dapat terjadi. Sebaiknya selalu diantisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap kelahiran bayi, terutama pada bayi-bayi besar dan penurunan kepala lebih lambat dari biasanya. Jika terjadi disotosia bahu maka tatalaksana sebaik mungkin.
Tanda-tanda dan gejala-gejala distosia bahu adalah sbagai berikut:
·              Kepala seperti tertahan di dalam vagina
·              Kepala lahir tetapi tidak terjadi putaran paksi luar.
·              Sebagian kepala keluar saat ibu meneran kuat tapi kemudian kembali ke dalam vagina setelah meneran selesai (turtle sign).
Gambar Melahirkan Tubuh Bayi
2.4.5        Melahirkan Seluruh Tubuh Bayi
·              Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) kea rah perineum dan sanggah bahu dan lengan atas bayi pada tangan tersebut.
·              Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan lengan bawah posterior saat melewati perineum
·              Tangan bawah (posterior) menopang bagian samping posterior tubuh bayi saat dilahirkan.
·              Secara simultan, tangan atas (anterior) menelusuri dan memegang bahu, siku dan lengan bawah anterior.
·              Lanjutkan penelusuran dan pegang bagian punggung, bokong dan kaki.
·              Dari arah belakang, sisipkan jari telunjuk tangan atas diantara kedua kaki bayi yang kemudian dipegang dengan ibu jari dan ketiga jari tangan lainnya.
·              Letakkan bayi dia atas kain atau handuk yang telah disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya.
·              Segera keringkan dan lakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan bahwa kepala bayi tertutup dengan baik.
Tabel : Indikasi untuk Tindakan dan Rujukan Segera selama Persalinan Kala Dua
Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan
·        Nadi
·        Tekanan Darah
·        Pernafasan
·        Kondisi Keseluruhan
·        Urin
Tanda atau gejala syok:
·        Nadi cepat, isi kurang (110x/menit atau lebih)
·        Tekanan darah rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
·        Pucat pasi
·        Berkeringat atau dingin, kulit lembab
·        Nafas cepat (lebih dari 30x/menit)
·        Cemas, bingung atau tidak sadar
·        Produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam)
1.   Baringkan miring ke kiri.
2.   Naikkan kedua kaki untuk meningkatkan aliran darah ke jantung.
3.   Pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS. Infuskan 1L dalam 15 sampai 20 menit; jika mungkin infuskan 2L dalam satu jam pertama, kemudian 125cc/jam.
4.   Segera rujuk ke RS PONEK.
5.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·        Nadi
·        Urin
Tanda atau gejala dehidrasi:
·        Nadi cepat (100x/menit atau lebih)
·        Urin pekat
·        Produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam.
1.   Anjurkan untuk minum
2.   Nilai ulang setiap 30 menit (menurut pedoman di partograf). jika kondisinya tidak membaik dalam waktu satu jam, pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125cc/jam.
3.   Segera rujuk ke RS PONEK.
4.   Damping ibu ke tempat rujukan.
·        Nadi
·        Suhu
·        Cairan Vagina
·        Kondisi secara umum
Tanda atau gejala infeksi:
·        Nadi cepat(110x/menit atau lebih)
·        Suhu lebih dari 38ºC
·        Menggigil
·        Air ketuban atau cairan vagina yang berbau
1.   Baringkan miring ke kiri.
2.   Pasang infus menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125cc/jam.
3.   Berikan ampisilin 2 gr atau amoksilin 2 gr per oral.
4.   Segera rujuk ke RS PONEK.
5.   Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·        Tekanan darah
·        Urin
·        Keluhan subyektif
·        Kesadaran
·        Kejang
Tanda atau gejala preeklampsia ringan:
·        Tekanan darah diastolic 90-110 mmHg
·        Proteinuria hingga 2+
1.   Nilai ulang tekanan darah setiap 15 menit (saat di antara kontraksi atau meneran).
2.   Miring ke kiri dan cukup istirahat. Nifedipin Slow Release 2x30 mg
3.   Bila gejala bertambah berat maka tatalaksana sebagai preeclampsia berat (diastolic >110mmHg, pandangan kabur, aura, dsb).
Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan

Tanda atau gejala preeklampsia berat atau eklampsia:
·        Tekanan darah diastolik 110mmHg atau lebih
·        Tekanan darah diastolik 90mmHg atau lebih dengan kejang
·        Nyeri kepala
·        Gangguan penglihatan
·        Kejang (eklampsia)
1.      Baringkan miring ke kiri.
2.      Pasang infus dengan menggunakan jarum diameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS 125cc/jam.
3.      Berikan dosis awal 4 G MgSO4 40% IV dengan kecepatan 0,5-1 G/menit.
4.      Berikan dosis pemeliharaan MgSO4 40% 1 G jam Segera rujuk ke RS PONEK.
5.      Nifedipin 5-6 mg.
6.      Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Kontraksi
Tanda-tanda inersia uteri:
·        Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang dari 40 detik pada fase aktif persalinan.
1.      Anjurkan untuk mengubah posisi dan berjalan-jalan.
2.      Anjurkan untuk minum.
3.      Jika selaput ketuban masih utuh dan membuka >6cm lakukan amniotomi (gunakan setengah Kocher DTT)
4.      Stimulasi puting susu.
5.      Kosongkan kandung kemihnya.
6.      Jika bayi tidak lahir setelah 2 jam meneran (primigravida) atau 1 jam (multigravida), segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
7.      Damping ibu ke tempat rujukan.




Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan
Denyut Jantung Janin
Tanda gawat janin:
·        DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160x/menit, mulai waspada tanda awal gawat janin
·        DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180x/menit
1.      Baringkan miring ke kiri, anjurkan ibu untuk menarik nafas panjang perlahan-lahan dan berhenti meneran.
2.      Nilai ulang DJJ setelah 5 menit:
a.       Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring terlentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.
b.      Jika DJJ abnormal, rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetric dan bayi baru lahir
c.       Dampingi ibu ke tempat rujukan
Penurunan Kepala Bayi
Kepala bayi tidak turun
1.      Minta ibu meneran jongkok/berdiri.
2.      Jika penurunan kepala di partograf melewati garis waspada, pembukaan dan kontraksi memadai maka rujuk pasien ke fasilitas rujukan.
3.      Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Lahirnya Bahu
Tanda-tanda distosia bahu:
·        Kepala bayi tidak melakukan putaran paksi luar.
·        Kepala bayi keluar kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala kura-kura)
Lakukan tindakan dan upaya lanjut (tergantung hasil tindakan yang dilakukan):
1.      Perasat Mc Robert
2.      Prone Mc Robert (Menungging)
3.      Anterior dysimpact
Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan

·        Bahu bayi tidak dapat lahir
4.      Perasat Corkscrew dari Wood
5.      Perasat Schwartz-Dixon
Cairan Ketuban
Tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium:
·        Cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mekonium)
1.      Nilai DJJ:
a.       Jika DJJ normal, minta ibu kembali meneran dan pantau DJJ setelah setiap kontraksi. Pastikan ibu tidak berbaring terlentang dan tidak menahan nafasnya saat meneran.
b.      Jika DJJ tidak normal, tangani sebagai gawat janin.
2.      Setelah bayi lahir, lakukan penilaian segera dan bila bayi tidak bernafas maka hisap lendir di mulut kemudian hidung bayi denga penghisap lendir DeLee (DTT/steril) atau bola karet penghisap (baru&bersih). Lakukan tindakan lanjutan sesuai dengan hasil penilaian.
Tali Pusat
Tanda-tanda tali pusat menumbung
·        Tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam
1.      Nilai DJJ, jika ada:
·        Segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
·        Dampingi ibu ke tempat rujukan.
·        Posisikan ibu seperti sujud dan dada menempel pada kasur/brancart. Atau
Isi kandung kemih dengan larutan NS 0,9/air steril sekitar 150-200ml kemudian klem ujung
Penilaian
Temuan dari Penilaian dan Pemeriksaan
Rencana Asuhan atau Perawatan


kateter dan tinggikan bokong sambil ibu miring ke kiri agar menekan tali pusat dan tangan lain di abdomen untuk menahan bayi pada posisinya (keluarga dapat membantu melakukannya).
2.      Jika DJJ tidak ada
·        Beritahu ibu dan keluarganya
Lahirkan bayi dengan cara yang paling aman.

Tanda-tanda lilitan tali pusat:
·        Tali pusat melilit leher bayi
1.      Jika tali pusat melilit longgar di leher bayi, lepaskan melewati kepala bayi.
2.      Jika tali pusat melilit erat di leher bayi, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem di dua tempat kemudian potong diantaranya, kemudian lahirkan bayi dengan segera.
Untuk kehamilan kembar tak terdeteksi
Kehamilan kembar tak terdeteksi
1.      Nilai DJJ.
2.      Jika bayi kedua presentasi kepala dan kepala segera turun, lahirkan seperti bayi pertama.
3.      Jika kondisi diatas tidak terpenuhi, baringkan ibu miring ke kiri.
4.      Segera rujuk ibu ke RS PONEK
5.      Dampingi ibu ke tempat rujukan.

2.5              Pemantauan Selama Kala II Persalinan
Kondisi ibu, bayi dan kemajuan persalinan harus selalu dipantau secara berkala dan ketat selama berlangsungnya kala II persalinan.
            Pantau, periksa dan catat:
·               Nadi ibu setiap 30 menit
·               Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit
·               DJJ setiap selesai meneran atau setiap 5-10 menit
·               Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan abdomen (pemeriksaan luar) dan pemeriksaan dalam setiap 60 menit atau jika ada indikasi, hal ini dilakukan lebih cepat
·               Warna cairan ketuban jika selaputnya pecah (jernih atau bercampur meconium atau darah)
·               Apakah ada presentasi majemuk atau tali pusat di samping atau terkemuka
·               Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir
·               Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama lahir
·               Catatkan semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan persalinan.












BAB III
PENUTUP


3.1              Kesimpulan
Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari pembukaan lengkap sampai bayi lahir Uterus dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan mendorong bayi hingga lahir. Asuhan ini meliputi perubahan fisiologis pada kala  II, posisi meneran, pemantauan kala II, mekanisme persalinan normal, menolong persalinan sesuai dengan APN, manufer tangan dan langkah – langkah dalam persalinan.Selain itu juga dapat dilakukan tindakan Amniotomi dan Episiotomi sesuai dengan indikasi.
Amniotomi/pemecahan selaput ketuban dilakukan bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besar. Selama selaput ketuban masih utuh janin akan terhindar dari infeksi dan afiksia . Cairan amniotik berfungsi sebagai perisai yang melindungi janin dari tekanan penuh dikarenakan kontraksi . Oleh karena itu perlu dihindarkan amniotomi dini pada kala I . Biasanya selaput ketuban akan pecah secara spontan .
Episiotomi adalah suatu sayatan di dinding belakang vagina agar bukaan lebih lebar sehingga bayi dapat keluar dengan lebih mudah. Di lakukan episiotomi dengan tujuan agar supaya tidak terjadi robekan-robekan perineum yang tidak teratur dan robekan musculus princter ani yang bila tidak di jahit dan dirawat dengan baik akan menyebabkan inkontinensia alvi.

3.2              Saran
Penulis menyadari bahwa penulisan ini belum mencapai titik kesempunaan, jadi kritikan yang membangun sangat diharapkan.














DAFTAR PUSTAKA


Marmi.2012.INTRANATAL CARE Asuhan Kebidanan Pada Persalinan.Yogyakata: PUSTAKA PELAJAR.
TIM Rukiyah Ai Yeyeh.2009.Asuhan Kebidanan II (persalinan).Jakarta:Trans Info Media
Prawirohardjo Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.Jakarta:PT.BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pelayanan Penyakit Menular TB di Keluarga

BAB I PENDAHULUAN 1.1               Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang menular, disebabkan oleh kuman...